1.28.2012

Diary about Burung Pipit

to cici vebi yang sedang dinas di Rumah Lansia Bogor dan Nancy yang baru selesai KKN dengan sirup kayu manis dan skripsinya : 

Kalian mengajariku banyak hal, khususnya tentang pengabdian seorang perawat. Perawat tidaklah profesi yang selama ini dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Namun, jauh di dalam itu menjadi perawat adalah bentuk sebuah pengabdian. Kalian berdua pernah mengatakan bahwa bidang keperawatan itupun termasuk ilmu dan seni. Terkadang, hasil penelitian ilmiah kesehatan tak selalu menjadi faktor utama kesembuhan seorang pasien. Karakter dan keadaan yang berbeda beda menuntut kalian menjadi pendengar setia bahkan  sahabat yang mengembalikan lagi semangat pasien untuk sembuh dan kembali melanjutkan hidup. Ada tangis, luka, tawa, canda, dan bahagia mewarnainya. Ada keputusasaan, harapan juga impian menemani proses bangkit dari perjalanan hidup. Namun, pengabdian yang mengharuskan kalian berada di sana. Menahan tangis untuk menghibur mereka yang menangis, meredam konflik diri untuk mendengarkan keluhan pasien. Jelas itu bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan.

Namun di zaman serba instan hari ini, pengabdian selalu berada di urutan nomor terakhir. Kualitas hanya dilihat dari seberapa banyak peralatan canggih, harga yang mahal, dan tempat yang megah. Seperti yang sering kalian ceritakan padaku, tak semua hari ini yang memahami arti pengabdian seorang perawat. Banyak perawat tak lagi berbicara tentang apa yang bisa dilakukan untuk masyarakat, namun apa yang bisa mereka dapatkan dari pekerjaan sebagai " perawat " ? Mata, hati dan telinga seolah tertutup oleh angan karir tanpa batas. Mereka dibuat buta, tuli, dan tidak peka dengan keadaan yang seharusnya mengetuk hati nurani. Mengingat cerita kalian, aku serasa kembali ke dua setengah tahun yang lalu. Saat pertama bagiku mengenal dan masuk ke sebuah wisma tempat manula berkumpul di hari senjanya. Pengalaman saat itu coba kutuliskan dalam sebuah tulisan sederhana. Tapi setidaknya, ini bisa mewakili perasaanku saat itu, hari di mana aku mengenal kalian, dan hari ini. ^_^ with love, Like
----------------

hari pertamaku di wisma cinta kasih
Padang, 12 Januari 2010

di sini ku menemukan yang berbeda.sisi lain dari kehidupan cukup yang ku punya.tak hanya sekedar memperjuangkan hidup, semangat, berkerja keras.Ada cinta kasih yang kutemukan hari ini.yang tulus dari pengalaman hidup seorang manula.tentang bagaimana masa lalu, masa sekarang,dan masa kelak.

pagi ini, ku langkahkan kaki ke tempat itu. pelataran kecil berasitektur bangunan lama dengan cetakan huruf tebal di atasnya " WISMA CINTA KASIH." Di sana, manula - manula tersenyum menyapaku. Ada yang sibuk sendiri, berkelahi seperti kanak - kanak,menangis karena sesuatu hal yang tak ku mengerti.

seorang wanita tua datang dan menarik lenganku," cari siapa.. cari siapa??". Ia berperawakan pendek dengan gaya yang super centil. memakai topi sinterklas beserta ikat pinggangnya. kalau di lihat dari wajahnya keturunan chinese totok." cari suster nirmala, oma.."suster nirmala adalah kepala di wisma itu dan ada beberapa perawat yang ikut membantunya." sini.. sini.. ayo ikut aku,, susternya lagi pergi ke situ... sini.. sini duduk dulu.." oma itu menarikku. 

nama oma itu Amoy. Ia berasal dari singapura. Aku kurang mengerti jalan cerita yang diceritakan karena apa yg dbilangnya tidak nyambung sama sekali. Aku hanya bisa sedikit meraba2 tentang masa lalunya. Setelah mendengar cerita dari suster, oma Amoy agak terganggu sarafnya sejak ia melahirkan. Ia yg paling kelihatan hiper aktif di wisma. Loncat sana, Loncat sini.. Jalan sana, jalan sini. Lenggak lenggok bak pragawati. 

" Eiy, aku minta gelangmu ya." Oma Amoy melihat gelang besi berbandul hiasan lumba2 n bintang melingkar di tanganku." Oya oma, sini aku pakaikan." kulepaskan gelang itu dan kulingkarkan ke tangannya. "Simpan baik2 ya oma". "Iya, aku pakai terus. Tapi waktu mandi kulepas ya." 

Aku bertemu dengan suster2 di sana. ada pemandangan yang berbeda yang kulihat.. tak sesuai dengan nama tempat itu. Sedikit kutemukan cinta kasih di antara mereka.Lebih - lebih suster cherry, suster yang paling muda di sana. Pembawaannya sedikit kasar dan semena mena. terutama kepada penghuni wisma. Di sini terdapat 4 bangsal. 1 bangsal berisi 12 tempat tidur dan 12 lemari kecil. ada juga yang 1 kamar, tapi jelas harganya jauh lebih mahal.

Jam makan siang, aku menyuapi Opa Bun dan ngobrol sebentar dengan oma maria. oma maria adalah salah satu penghuni yang daya tangkapnya masih bagus. Maklum, penghuni wisma itu adalah sebagian besar 90% sudah tidak bisa berkomunikasi dengan bagus. Oma Maria bercerita bahwa keinginan dia masuk ke wisma itu adalah keinginan sendiri.ia tak ingin merepotkan anaknya. Kulihat tempat tidur dan lemari kecil di sampingnya. hm.. tertata rapi. Di sana ku lihat foto anak keturunan indo sekitar umur 3 tahun."siapa itu oma? " kataku." o.. itu cucu oma. Papa nya orang Prancis." Aku berdecak kagum.

Oma maria menceritakan perjalanan hidupnya.Ia keturunan tionghua medan dan lama menetap di cilacap(jawa tengah) . Suaminya sudah meninggal sejak 10 tahun yang lalu.Sebelum meninggal, setahun sebelum itu,suaminya mengalami kecelakaan di Bandung. Saat itu oma maria berada di Jakarta.jam 2 subuh dikabari bahwa suaminya kecelakaan dan sekarang berada di salah satu rumah sakit di bandung.

Keesokan harinya Oma maria sampai di rumah sakit. Perjalanan antara Jakarta - Bandung memakan waktu 8 jam perjalanan darat.Betapa terkejut dirinya melihat suaminya tidak diurus. Padahal luka - luka itu makin membesar dan kelihatan daging - daging segar berlumuran darah belum di bersihkan. Susternya mengatakan, " urus administrasinya dulu buk." 

Lah, di sini aku berpikir, apa harus bayar dulu baru mau diobati. Kalau misalnya Oma Maria datang 2 hari lagi,apa jadinya suaminya nanti. Apa dibiarkan mati dengan kondisi seperti itu?? Disana ku menilai tentang sebuah pengabdian. Tidak ada pengabdian di sana. Terlihat bahwa uang jauh lebih penting dari nyawa manusia. Satu tahun kemudian, suami Oma Maria meninggal dengan vonis ada pembekuan darah di otak yang diakibatkan oleh kecelakaan 1 tahun yang lalu itu.Kenapa dulu dokter tidak meronsen?? Kenapa jadinya begini. Tahu setelah akhirnya semua terlambat.

Oma juga bercerita tentang keadaan di wisma, tentang suster nya yang terkesan cuek kepada penghuni. Padahal para lansia itu sangat membutuh kasih sayang. Psikologi lansia itu sama seperti anak kecil. Mereka kembali seperti pikiran anak balita. Tapi mereka tidak mendapatkan kasih sayang itu di wisma. Paling cuma orang - orang yang datang mengunjungi mereka. Itupun sesekali. Mereka diperlakukan sedikit seenaknya. Cuma di kasih makan. obat2 juga beli sendiri.itu saja. Padahal untuk tinggal di sana , mereka mengeluarkan uang 7ratus ribu sampai 1juta5ratus untuk setiap bulannya.

Hari telah menunjukan pukul 13.00 . Saatnya aku pulang untuk makan siang.Jam 4 aku kembali ke wisma itu. Kali ini aku tidak sendiri, aku mengajak Rebeka untuk ikut berkecimpung di kegiatan baruku. Rebeka salah satu temanku di PMKRI, kami sama - sama anggota muda angkatan 09. Kelihatannya Beka belum begitu betah dengan suasana di sana.Ia kebanyakan diam, padahal aslinya Rebeka itu anaknya cerewet sekali. he9.. Aku mengenalkan Rebeka dengan Oma Maria dan mereka terlibat dalam perbincangan seru. Entah apa yang mereka perbincangkan.

Aku berkenal dengan oma wati. Oma wati berperawakan pendek, berkulit gelap, dan menggunakan tongkat. Ia menceritakan bagaimana ia sampai di sana. Saat gempa 31 September 2009 silam, rumahnya hancur karena gempa.Anaknya membawanya ke Pekanbaru. Di sana anaknya menetap selepas bujang dan membuka usaha bika ambon.Oma wati tidak betah di sana. Menantunya memperlakukannya dengan begitu kasar. Sampai tidurpun, ia di suruh tidur di lantai. Hanya 1 bulan Oma wati bertahan. Tanpa sepengetahuan anaknya, Oma wati memesan travel dan kembali ke Padang. Sejak itu Oma Wati memutuskan untuk tinggal di panti jompo saja. Aku memeluk Oma wati dan memijit - mijit tangannya dengan lembut. Oma wati agak susah berjalan, karena saat gempa, kakinya terkilir kuat dan membuatnya susah untuk berjalan. 

" Kamu jadi anak angkat Oma saja ya. Oma tidak punya anak perempuan. Menantu omapun tidak bisa oma harapkan. Kamu kelihatannya sayang sama oma." Aku memeluk oma wati dan mengatakan," iya oma. aku tiap hari akan ke sini kok. Bakal jenguk oma terus."oma wati berkata, " benar ya. Oma di sini kesepian. Anak oma satu satunya jauh, jadi tidak bisa sering sering jenguk oma. " "iya oma." aku memeluk lembut oma wati.

"Waktunya doa rosario," terdengar suara suster nirmala dari aula wisma. Beberapa lansia yang masih sanggup berdiri berjalan menuju aula dan doa rosariopun di mulai. Aku duduk di sebelah oma wati dan rebeka duduk di sebelah oma maria. Doa rosario dilakukan dengan khusuk meskipun temponya jauh sangat lambat dan terbata bata. Oma wati yang duduk di sampingku berbisik, " Oma tidak bisa berdoa, karena dulunya oma bukan katolik." aku membimbing oma wati menyebutkan doa salam maria dan  doa aku percaya.

Doa rosario selesai dan kami segera pamit untuk pulang dengan segudang pengalaman yang tak terlupakan hari ini. Besok kami akan ke wisma lagi dengan segudang cerita tentang kami, mereka, dan Tuhan.

Dari sini aku bisa mengambil kesimpulan bahwa setiap profesi itu memerlukan pengabdian. Setiap pekerjaan memiliki nilai ketulusan. Melakukan pekerjaan hanya sebagai tanggung jawab dan meninggalkan nilai nilai ketulusan sama saja dengan bohong. Pengabdian tidak menyadang embel - embel uang.


the diary about burung pipit part 1.